Bucin Karena Tuhan, "Dari Chatting Ke Toko Samping Pesantren", Cerpen based on true story.

BUCIN KARENA TUHAN

Bagian I

Dari Chatting Ke Toko Samping Pesantren




        Aku Maulidi. mahasiswa Polinema, politeknik terbaik di Indonesia. Aku memiliki seorang kekasih, sebut saja Okta. Dia satu jurusan denganku di kampus, tetapi beda kelas, Okta itu orangnya bersih dan berisi, sopan, kalem, penurut, pendiam, pinter, rajin sholat, rajin ngaji, hafal 9 juz, males kalau sudah ketemu matkul yang dia nggak suka. Pendiam kalau di kampus tetapi cerewet kalau sudah dating (kencan) sama aku.

        Pertama bertemu dia, yaitu diacara pra study jurusan, ya acara ospek gitulah. Jauh setelah acara itu, sekitar beberapa bulan kemudian aku mulai mendekati Okta melalui pesan WA (Whatsapp). Di ponselku tertulis 05 Des tepat pukul 03.00, bangun dari tidur, aku melihat status-status WA dari teman satu angkatanku, kala itu mereka begadang demi tugas ujian tengah semester, tak terkecuali Okta.

        "Lembur." caption status dari Okta dengan vidio makalahnya.

        "Waduh, capek nih pasti." komenku.

        "Hahaha, banget di." balas Okta.

        "Yaudah istirahat dulu." sambungku.

        "Sudah istirahat, Cuma nggak tidur." balas Okta dengan emot tertawa sampai berkeringat.

        "Lo terus gimana kalau ngantuk nanti?" tanyaku.

        "Kalau ngantuk pasti, tapi nggak pernah tidur di kelas." balas Okta dengan emot yang sama..

        "Jangan lupa makan lo, supaya nggak drop, jangan lupa minum vitamin juga." nasehatku.

        "Iya, makasih perhatiannya." pangkasnya

        Hari-hari berlalu dengan cepat, setelah beberapa hari chatingan kami berdua memberanikan diri untuk bertemu, ketika itu hari kamis janjian bertemu setelah selesai mata kuliah.

        Pukul 15.30  mata kuliah  pada hari itu berakhir. Kita bertemu di toko sebelah pondok pesantrennya dan tak lupa aku bawakan beberapa es krim yang aku beli dari MM (mini market) Polinema. Hatiku berdetak kencang, sekencang habis main futsal, ketika melihat Okta dikala itu. Jilbab Syar'i dengan gamis putih bercorak bunga yang ia kenakan.

        "Gila nihh, aku deket sama ukthi-ukhi." dalam hatiku.

        Setelah lama berbincang, awan mulai gelap.Rumahku di Batu, 13 km lebih jarak rumahku dari tempat kita bertemu, disamping itu aku lupa membawa jas hujan yang telah disediakan oleh nenek pagi itu, aku berpikir untuk pulang secepat mungkin atau setidaknya sebelum turun hujan aku harus sampai di perbatasan daerah Junrejo.

        "Okta aku pulang dulu ya, kita sambung lagi di chat nanti." dengan tergesa-gesa.

        "Iya, hati-hati di jalan, pelan-pelan aja nggak usah ngebut." jawab Okta

        "iya." jawabku dengan senyuman.

        "Ehhh sebentar ini uangnya!" dengan menarik tasku.

        "Ohhh ndak usah, bawa aja uangmu." tolakku.

        "Kok Gitu?" Okta menjawab dengan wajah cemberut.

        "Sudahlah." aku tetap gigih

        "Makasih ya, yaudah dada!" dengan senyum malu padaku.

        Hujan datang dan mengikuti ketika di daerah Dinoyo sampai Tlogomas, aku berkendara lebih cepat hingga akhirnya sampai daerah Junrejo, aspal masih kering dan tidak ada sedikit bercak ban basah dari kendaraan yang berlawanan denganku. Setibanya di rumah aku memikirkan Okta terus menerus hingga adzan magrib terdengar, setelah sholat aku melihat ponselku dan ternyata ada pesan dari Okta.

        "Terimakasih ya es krimnya." pada baris pertama.

        "Apakah kamu sibuk?" Okta bertanya.

        "Tidak, ada apa?" aku menjawab dan bertanya.

        Entah apa maksud dari Okta menanyakan itu, aku mulai bertanya tanya pada diriku sendiri, apa yang merasukinya!

Bersambung.


(Schaldy Maulidi Hidayat)

Comments

Post a Comment