MELAWAN DUNIA
Bagian III
Penjambretan Di Pasar
Waktu menandakan pukul 23.30 Kamarku terlihat jauh dari kata rapi, buku
yang aku miliki dan alat tulis berserakan seperti kelereng yang tumpah, hati pun
tergerak untuk merapikan kamar. Satu demi satu , alat tulis aku kembalikan kedalam wadahnya, hingga kamar sudah rapi dan enak dipandang.
Badan mulai tidak bertenaga, mata mulai redup, nafas sudah tidak beraturan. Kemudian aku berbaring di kasur kapuk tua berukuran 80x200 sentimeter, mulailah aku memejamkan mata sambil melipat tangan. Suara ketukan pintu membuatku terbangun dari tidurku, dengan sempoyongan dan mata sayu aku menghampiri pintu dan membukanya.
“Ini uang, kamu simpan dan buat
bayar UKT, yang ini buat aku dan Ibu.” Kakak memberiku 4 lembar pecahan uang
seratus ribu dan menyisihkan 2 lembar yang lain di saku belakangnya.
“Kakak dari mana?” Aku bertanya
kepada kakak sambil menerima uang tersebut.
“Dari pasar.” Jawab kakak.
“Ngapain di Pasar, bawa uang banyak juga?” Aku bertanya kembali dengan penuh rasa penasaran.
“Sudahlah, mending kamu lanjut
tidur.” Kakak menolak untuk menjelaskan.
“Ya sudah Zainal tidur dulu, makasih ya kak.” Jawabku
dengan dengan kuap.
Ayam berkokok dan suara azan
mulai bersautan dari berbagai arah, dengan lekas aku mensucikan diri dari hadas
kecil. Peci tak bermotif, baju koko lengan panjang berwarna putih dan sarung berwarna
hitam menghiasi tubuh, miyak wangi katsuri aku oleskan di belakang telinga
sampai belakang leher. Langkah demi langkah aku dedikasikan untuk menuju rumah
Allah yang tidak jauh dari rumah, sepanjang jalan aku bertemu dengan beberapa
hamba Allah lain yang hendak menuju masjid, kami saling berjabat tangan dan berbincang
ringan sampai di depan tempat suci yang kita tuju. Ketika iqomah dibacakan
semua hadirin berdiri dan membentuk barisan menghadap ke barat, kemudian sholat
dilaksanakan. Selepas sholat aku kembali
memanjatkan doa kepada Tuhan.
“Ya Allah yang maha pengasih lagi
maha penyayang, terimakasih Engkau berikan kami sekeluarga kesehatan. Ya Allah
yang maha kaya, terimakasih Engkau telah memberikan rejeki kepada kami sehingga
aku dapat membayar biaya kuliah yang belum lunas. Ya Allah yang maha besar,
berikan kemudahan kepadaku sehingga aku dapat melewati semester akhir ini
dengan baik, berikan kemudahan kepadaku untuk mengerjakan skripsi. Ya Allah
yang maha pengampun, ampunilah dosaku, dosa kedua orang tuaku dan dosa
saudaraku. Ya Allah jauhkan kami dari siksa api neraka dan mara bahaya Amin.”
Sandal japit berwarna putih biru
aku kenakan dan berjalan meninggalkan masjid dengan kondisi perut keroncongan. Warung Lilik adalah tujuanku sebelum pulang
ke rumah, warung itu tidak jauh dari masjid, warung yang sudah berdiri sejak
aku belum lahir itu menyediakan beraneka ragam lauk dan sayur untuk sarapan. Dari
kejauhan terlihat banyak pengunjung warung yang sedang antri untuk dilayani,
awalnya diriku ragu untuk masuk dalam antrian karena sangat panjang, tetapi
setelah perut berbunyi aku putuskan untuk ikut mengantri.
Pada akhirnya tiba lah aku di
antrian paling terdepan, wanita tua penjaga warung itu tersenyum kepadaku, wanita tua itu biasa
aku panggil Ibu Lilik sesuai dengan nama warung tersebut. Ibu Lilik tidak
berubah sama sekali, semenjak aku duduk di bangku SD (sekolah dasar) sampai aku
duduk di bangku kuliah wajahnya tetap cantik dan terlihat masih bugar.
“Le, bagaimana kabarnya
kok nggak pernah mampir?” Ibu Lilik bertanya kepadaku sambil membungkus nasi.
“Iya Ibu maaf, Zainal biasanya
banyak tugas kuliah.” Jawabku dengan senyuman.
“Pesan apa kamu le?” Ibu Lilik bertanya kepadaku.
“Tempe , tahu sama bayam saja
Ibu.” Jawabku sambil melihat etalase.
Ketika Ibu Lilik hendak menyiapkan pesananku, tiba gadis cantik berkerudung merah marun berpakaian daster lengan
panjang yang menutupi auratnya . Gadis itu tidak lain adalah Wulan, teman
bermainku waktu kecil. Semenjak dia lulus SD aku jarang sekali melihat batang
hidungnnya, sesekali melihatnya hanya sepintas.
“Nenek! Sholat dulu.” Potong
Wulan.
Kemudian Ibu Lilik memberikan
capit yang dia pegang kepada cucu semata wayangnya.
“Wah, kamu tambah cantik ya.” Sambungku.
“Hemm iso wae samean,
pesen apa mas Zainal?” Ujar Wulan dengan memperlihatkan lesung pipinya.
“Aduh apa tadi! lupa aku
gara-gara senyumanmu, emm tempe, tahu dan bayam” Jawabku.
“Mas-mas! aku jadi malu, gimana kabar Ibu Lastri”
Wulan bertanya keadaan Ibuku.
“Alhamdulillah baik.” Jawabku
sambil melihat Wulan menuangkan bayam ke piring.
“Salam ke Ibu ya mas.” Pinta
Wulan kepadaku.
“Iya aku sampaikan,
ngomong-ngomong bagaimana mondokmu?” Aku bertanya kepada Wulan yang sedang
mencapit tempe.
“Sudah selesai mas, rencana mau
kuliah.” Jawab Gadis itu yang berumur 3 tahun di bawahku.
“Bagus kalau begitu.” Sambungku
sambil menerima piring yang wulan berikan.
Setelah mondar mandir mencari
kursi dan meja kosong akhirnya aku duduk dan bergabung dengan beberapa orang
yang tidak aku kenal. Kursi kayu sederhana dan meja persegi panjang menemani
makan kami, tidak hanya sekali kita saling menyenggol lengan karena
berdempetan, warung Lilik memang terkenal dan tidak jarang pengunjungnya
berasal dari kampung lain.
Ketika sedang menikmati makanan, telingaku terusik dengan obrolan tentang penjambretan yang terjadi di daerah
pasar. Seketika aku berhenti mengunyah
makanan dan mendengarkan obrolan mereka, aku hanya ingin memastikan peristiwa
itu tidak terjadi kemarin malam. Ternyata peristiwa penjambretan itu terjadi
tadi malam, lantas aku teringat kepada kakak yang pulang dari pasar kemarin
malam sambil membawa uang 600 ribu. Tanpa pikir panjang aku segera menghabiskan
makanan dan segera pulang, berharap Kakak bisa menjelaskan dari mana dia
mendapat uang sebanyak itu dalam waktu semalam.
“Wulan ini uangnya.” Jawabku
sambil terburu-buru.
“Kok keburu mas?” Tanya Wulan
yang heran.
“Aku harus pulang sekarang.” Jawabku
menerima uang kembalian.
Aku meninggalkan Warung Lilik
dengan penuh rasa penasaran dan kegelisahan, berharap kakak tidak menjadi pelaku
penjambretan di pasar kemarin malam.
(Schaldy Maulidi Hidayat)

Kok greget🙃
ReplyDeleteBagus nggak?
DeleteBoleh lah boleh
ReplyDeleteBoleh dimaki juga wkwkwkw
DeleteEnggak dong
DeleteTerus diapakan?
DeletePenasaran kelanjutannya om
ReplyDeleteSiap bang, di tunggu saja
Delete