BUCIN KARENA TUHAN
Bagian VI
Selamat Ulang Tahun Bucin
Pertanyaan-pertanyaan Okta seperti misteri yang selalu membayangi pikiranku. Tidak lama kemudian suapan terakhir tiba, setelah suapan itu aku harus menjawab pertanyaan dari Okta.
"Nahh sudah selesai, sekarang berikan aku jawaban." Okta tersenyum kepadaku.
"Ehhh minum dulu, ntar aku jawab." jawabku mengulur waktu
Terdengar suara mesin motor yang menyita perhatianku dengan Okta, suara itu berasal dari motor matic yang melewati lorong samping kedai. Aku menengok keluar melalui jendela, helm SNI (standar nasional Indonesia) berwarna hitam dengan jaket parasut warna hitam combinasi biru muda tampak tidak asing bagiku.
"Assalamualaikum." salam dari mas Alip.
"Wa'alaikumsalam." jawabku.
"Sudah dari tadi disini cong?" mas Alip bertanya.
"Enggak kok, masih baru." bersalaman dengan mas Alip.
Kemudian mas Alip meninggalkan kami menuju kasir, disamping itu Okta menatapku dengan serius.
"Aku sayang kamu karna kamu lucu." aku menjawab pertanyaan yang Okta ajukan sebelumnya.
"Ahhh kamu nggak serius." sambung Okta dengan dengan merengut.
"Beneran, aku lo serius." jelasku dengan tertawa ringan.
Senja datang tanda bahwa Okta harus segera berada di pondoknya. Kemudian kami berpamitan kepada kawan-kawan yang ada di kedai itu, tak terkecuali sepupuku Alip. Jalanan sangat ramai kala itu, hiruk-pikuk kota Malang ketika jam pulang kantor. Kaca mobil aku tutup dengan rapat, radio 90.3 FM (frequency Modulation) menemani perjalananku dengan Okta.
Adzan magrib berkumandang dan roda empatku masih berputar menuju rumah, pukul 17.52 aku berhenti sejenak karena rambu lalu lintas di perempatan depan Lippo Plaza Batu. Notifikasi smartphone berbunyi, tertulis di jendela pemberitahuan "Covid-19 memakan korban lebih dari 2000 jiwa".
Sesampainya dirumah aku segera mensucikan diri dari hadas hadas kecil, kemudian menghadap Sang Pencipta.
"Ya Allah, aku benar-benar tidak tahu kenapa aku menyayangi Okta begitu dalam, tolong bantu aku menjawab pertanyaan dari dia".
Hari-hari berlalu begitu cepat, orang-orang panik karena pandemi Covid-19 (coronavirus disease 2019). Pemerintah bingung harus melakukan apa, koordinasi yang kurang baik terlihat antar pejabat Negara. Singkat cerita seluruh perguruan tinggi menggelar pembelajaran secara online, 3 bulan aku tak bertemu dengan Okta. Hanya melalui smartphone aku dan Okta menjalin hubungan, rindu yang nyata menyelimuti aku dan Okta. Kita saling mendoakan agar terihindar dari Covid-19, kita saling menasehati untuk menjaga kesehatan.
2 minggu setelah lebaran akhirnya aku menemui Okta dirumahnya, Okta dan keluarganya menyambutku dengan baik. Rindu yang nyata itu akhirnya sirna.
"Makasihya sudah mau kesini." Okta tersenyum kepadaku.
"Iya sama-sama." jawabku dengan mengenakan jaket.
"Hati-hati ya maulidi" Nasehat Mama Okta kepadaku.
"Iya, Ma." jawabku dengan menantap wajahnya.
"Nanti Kalau sudah dirumah kabari ya cin." pesan dari Okta.
"Iya nanti aku kabari kalau sudah sampai rumah."sambungku kepada Okta.
"Salam ke Mamamu ya." pesan dari Mama Okta.
"Iya Ma, yaudah maulidi pulang dulu, Assalamualaikum." Aku berpamitan.
"Wa'alaikumsalam." jawab Okta dan Mamanya.
Sepanjang jalan aku merasa gembira karena dapat bertemu dengan Okta dan keluarganya, sesampainya dirumah aku tidak langsung menyampaikan salam dari Mama Okta kepada Mamaku. Kala itu Mama sedang sibuk menghadap laptopnya, setiap akhir tahun pembelajaran Mama selalu sibuk seperti itu. Akhirnya aku memasuki kamar dan mengabari Okta bahwa aku telah sampai dirumah.
30 menit sebelum sholat ashar aku menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan keluargaku, tek terkecuali dengan mama.
"Ma, Mama dapet salam dari mamanya Okta." salam aku sampaikan.
"Wa'alaikumsalam." jawab Mama.
"Kamu dari rumahnya Okta?" tanya Papa yang tidak tau.
"Iya, tadi pagi aku kerumahnya." penjelasanku kepada Papa.
"Rumahnya Krebet sebelah mana?" papa bertanya kembali.
"Jalan Diponegoro, ada gapura, pokoknya dari pertigaan kanan jalan kalau dari sini." keterangan dariku.
Sepuluh hari berlalu Okta berkunjung kerumah, tepatnya pada h-1 hari ulang tahunku. Okta berkunjung dengan sepupunya ke rumah.
"Hallo bucin, aku sudah di depan kesini o." pinta Okta.
"Iya tunggu sebentar." jawabku.
Dengan berhati hati aku menuruni tangga yang masih direnovasi, kemudian membuka gerbang rumah untuk Okta.
"Kamu kehujanan ta?" aku bertanya kepada Okta.
"Iya ini, basah sedikit." jawab Okta.
"Yaudah ayo masuk." pintaku.
"Duduk o." pintaku kepada mereka berdua.
"Kalian minta teh atau air putih?" tawaran dariku.
"Terserah kalau aku, kalau kamu gimana?" tanya Okta kepada sepupunya.
"Samakan aja mbak." jawab sepupunya.
Kemudian aku meminta pertolongan kakak untuk membuatkan 2 secangkir teh.
"Mama kemana?" tanya Okta kepadaku.
"Tidur, nggak enak badan, pusing katanya tadi." penjelasan dariku.
Kita menghabiskan waktu dengan berbincang, tidak terasa sudah 2 jam Okta berada di rumah kemudian Okta dan Sepupunya pamit untuk pulang. Aku memanggil Mama dan Nenek untuk menemui Okta dan sepupunya, kemudian Okta dan sepupunya mendapat sedikit nasehat dari Mama. Akhirnya mereka pulang.
"Hati-hati ya cin, nanti kabari aku kalau sudah di rumah." Pintaku kepada Okta.
"Enggeh nanti aku kabari cin, bucin!" Okta tersenyum kepadaku.
"Salam buat suamimu." Pintaku kepada Sepupu Okta.
"Enggeh mas." Jawab sepupu Okta.
"Yaudah Assalamualaikum." salam dari mereka.
"Wa'alaikumasalam.' jawabanku.
Bulan menjadi matahari, ucapan-ucapan selamat ulang tahun berdatangan dari taman-teman, keluarga dan dari Okta. Pagi itu aku sedang asik bermain game, tidak ada fokus selain ke game yang aku mainkan. Adikku tiba-tiba memasuki kamarku, aku kira dia ada perlu kepadaku, ternyata Okta sudah siap dengan sepaket kue ulang tahun.
"Haduh bikin kaget aja, nggak jelas nih orang-orang." Ucapku kepada mereka.
"Selamat Ulang Tahun!" mereka kompak mengatakan itu padaku.
"Iya terimakasih." Jawabku dengan hati yang gembira.
"Bucin-bucin kamu kok repot-repot, aku sudah bilang nggak usah kayak gini" nasehatku kepada Okta.
"Kamu nggak suka ta?" tanya Okta kepadaku.
"Enggak gitu, aku nggak mau kamu repot gara-gara aku." ucapku kepada Okta.
Kemudian aku membuka kado dari Okta, dalam kado itu terdapat selembar kertas ucapan yang berbunyi:
Selamat Ulang Tahun Bucin.
Dengan bertambahnya usiamu hari ini, semoga kamu panjang umur dan sehat selalu.
Ilmu yang didapat menjadi barokah di dunia dan Akhirat.
Dimudahkan segala hajatnya.
Dikabulkan segala harapannya.
Makin berbakti kepada orang tua dan keluarga.
Makin sayang sama aku.
Nikah sama aku.
Punya anak sama aku.
Itu do'a dari aku buat hari bahagiamu ini.
Maaf gak bisa ngasih apa-apa
Sayang kamu
Bucheen
Kemudian aku berdoa "Ya Allah terimakasih atas segalanya yang Engkau berikan, aku sangat bahagia hari ini. Terimakasih engkau telah mempertemukan aku dengan Okta, semoga Okta yang terbaik. Semoga Engkau Ridho kepada hubungan kami, Ijinkan aku bucin pada dia karna Engkau, jika dia memang tidak pantas untukku, aku serahkan semuanya kepada Engkau."
Tamat.
(Schaldy Maulidi Hidayat)

Ecie
ReplyDelete